PERILAKU TIDAK DISIPLIN


PERILAKU TIDAK DISIPLIN




Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Psikologi Pendidikan

Disusun oleh :
Kelompok 6


Debby Pratiwi 1506103010054
Sri Devista 1506103010029



 


















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2017

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari – hari. Shalawat serta salam selalu terhatur kepada nabi dan rasul kita, rasul yang menjadi panutan semua umat, yakni nabi Muhammad SAW. Serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesatan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian. Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT. Yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendak-Nya, taufik dan rahmat-Nya pulalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perilaku Tidak Disiplin guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.
 Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang tidak lepas dan salah dari khilaf. Namun penulis menyadari  bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari Dosen dan dari rekan – rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


Banda Aceh, 3 April 2017

Penulis








BAB I
PENDAHULUAN


1.    1 Latar Belakang

Pada saat ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang menyangkut perilaku bangsa ini. Dapat kita bayangkan seandainya bangsa ini di pimpin oleh generasi muda yang bodoh, malas dan tidak bermoral, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang terbelakang dan akan jauh tertinggal dari Negara lainnya.
Perilaku menyimpang yang sering melanda bangsa Indonesia termasuk juga kalangan siswa atau pelajar umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam atau dari luar diri pribadinya. Pada dasarnya perilaku menyimpang disebabkan oleh proses sosialisasi yang tidak berhasil. Proses sosialisasi ini tidak berhasil dikarenakan seseorang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Seseorang yang tidak berhasil dalam proses sosialisasi umumnya tidak memiliki perasaan bersalah atas penyimpangan yang dilakukannya. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan awal tempat penanaman norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Terbentuknya perilaku menyimpang juga merupakan hasil sosialisasi nilai kebudayaan yang menyimpang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi.  Selain faktor ekonomi, faktor agama juga dapat mempengaruhi pembentukan penyimpangan, yaitu ketika kehidupan tidak didasari oleh agama yang kuat sehingga kehidupannya menjadi tanpa arah dan tujuan.
Perilaku menyimpang siswa pada dasarnya lahir dari ekspresi sikap kenakalan yang muncul dari kalangannya. Seseorang siswa yang hidup dalam keluarga yang tidak harmonis akan cenderung mempunyai perilaku yang kurang baik dan akan menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Lahirnya perilaku menyimpang secara umum disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor internal atau faktor yang ada dalam diri individu setiap orang atau siswa, dan faktor eksternal atau faktor yang ada diluar individu siswa. Faktor-faktor ini secara langsung akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Kegagalan dalam melakukan penyesuaian secara positif dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah sehingga seorang individu/ peserta didik dapat menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang dan pada akhirnya akan menunjukkan perilaku menyimpang.
1.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1.    Apakah yang dimaksud dengan perilaku tidak disiplin ?
2.    Apa saja faktor penyebab perilaku tidak disipilin ?
3.    Bagaimana usaha sekolah dalam menanggulangi perilaku tidak disiplin ?

1.    3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian perilaku tidak disiplin.
2.      Untuk mengetahui faktor pnyebab perilaku tidak disiplin.
3.      Untuk mengetahui usaha yang dilakukan dalam menanggulangi perilaku tidak disiplin.

1.    4 Manfaat
Demikianlah beberapa sebab melatarbelakangi terjadinya masalah-masalah pada diri siswa. Alangkah sangat bijaknya apabila guru maupun petugas bimbingan memahami benar-benar sebab-sebab kenakalan itu lebih dulu sebelum dia memberikan langkah-langkah keluar bagi pemecahan para siswa-siswanya.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perilaku Tidak Disiplin
Perilaku menyimpang merupakan sisi negatif dari bentuk perilaku positif, dalam hal ini merupakan bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai dengan norma atau nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Lawang (1986:43) memberikan pengertian bahwa perilaku menyimpang adalah suatu tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial.
Perilaku menyimpang sebagai perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat. Dengan demikian perilaku menyimpang pada umumnya dikaitkan dengan hal-hal yang negatif, yang tidak baik, yang merugikan diri sendiri, dan masyarakat yang ada di sekitar individu yang melakukan perilaku menyimpang tersebut.

B.     Penyebab Terjadinya Perilaku Tidak Disiplin

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab perilaku tidak disiplin atau penyimpangan perilaku itu ada yang berdasarkan kondisi biologis dan kondisi psikologis.
1.      Kondosi Biologis
a.         Faktor Hereditas.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa karakteristik anak dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang bersifat bawaan dari orang tua, kerusakan kromosom juga dapat menjadi penyebab masalah perilaku dan fisik yang serius. Penilitian eksperimen juga telah didesain mengenai efek nature dan nurture pada penyesuaian diri. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor hereditas memberikan kontribusi terhadap penyimpangan perilaku (Lahey & Ciminero, 1989).

b.         Kerusakan Otak (Brain disorder)
Kerusakan otak dapat terjadi sebelum kelahiran, pada saat kelahiran, maupun setelah kelahiran. Kerusakan otak meliputi kerusakan structural, disfungsi otak. Hubungan antara kerusakan otak dan perilaku menyimpang telah banyak diteliti. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
·           Penyimpangan perilaku serius, khususnya infantile autism, berhubungan dengan kerusakan otak.
·           Hiperaktivitas, disebabkan oleh berbagai factor, salah satu diantaranya adalah karena kerusakan otak.
·           Tidak semua perilaku menyimpang disebabkan oleh kerusakan otak, bahkan anak yang mengalami gangguan otak belum tentu mengalami perilaku menyimpang.

c.         Diet atau Keadaan Nutrisi.
Hasil penilitian Lahey & Ciminero (1980), menunjukkan bahwa kekurangan nutrisi tidak hanya menyebabkan terjadinya retardasi fisik dan mental, tetapi juga menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang. Pauling (1968) menjelaskan bahwa kekurangan vitamin dan makanan bergizi dapat menyebabkan hiperaktivitas.

2.      Kondosi Psikologi
Kondisi psikologis dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku. Kondisi-kondisi tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, atau factor yang bersumber dari individu sendiri seperti stress. Beberapa factor penyebab penyimpangan perilaku yang bersumber dari lingkungan keluarga seperti perceraian orang tua, ketidakhadiran orang tua, konflik orang tua, penyimpangan perilaku orang tua (psikotik, antisosial, sikap bermusuhan, penyalahgunaan obat,, dan sikap tidak konsisten).
Kauffman (1981) menjelaskan bahwa factor sekolah dapat menjadi sumber penyimpangan perilaku siswa. Misalnya pihak sekolah/ guru yang tidak peka terhadap kebutuhan individual siswa, kegiatan sekolah yang tidak sesuai dengan harapan siswa, ketidaktepatan sikap guru dalam pengelolaan pengajaran dan tugas yang tidak relevan dengan kebutuhan siswa.
Stress merujuk pada situasi dimana seseorang mengalami kesenjangan antara kebutuhan dan tuntutan lingkungan. Factor fisiologis, social maupun psikologis merupakan sumber stress yang berdampak negative seperti frustasi, kehilangan sesuatu yang dicintai, disebut stressor. Stressor dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis (sirkulasi dan tekanan darah), gangguan perhatian, pemecahan masalah, unjuk kerja, takut, marah, dan emosi yang berlebihan.
Interaksi kondisi biologis dan psikologis merupakan factor yang lebih kompleks sebagai penyebab penyimpangan perilaku. Penelitian mengungkapkan bahwa kondisi biologis sebelum kelahiran menentukan perkembangan perilaku dan temperamen termasuk fungsi-fungsi biologis, intensitas suasana hati yang negative, dan kesulitan beradaptasi dengan situasi baru.
Mustaqim (2003:138-142) mengatakan, secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1.      Internal
Sebab – sebab internal ialah sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan fisik maupun kelainan psikis.
a.    Kelainan Fisik
Anak anak yang menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temannya yang normal. Kelainan-kelainan fisik amatlah banyak bentuknya. Di antaranya ialah buta, bermata satu, bisu, tuli, kaki kecil satu atau bahkan lumpuh total.
Agar mereka tidak tersisihkan di antara teman-temannya yang normal, maka demi masa depannya Negara menyelenggarakan pendidikan yang khusus buat mereka. Sebuah lembaga pendidikan yang dirancang khusus untuk mereka akan membuat mereka berani menghadapi realitas.
b.    Kelainan Psikis
Yang dimaksud dengan kelainan psikis ialah kelainan yang terjadi pada kemampuan berpikir ( kecerdasan) seorang anak. Kelainan ini baik secara inferior (lemah) maupun secara superior (kuat). Tak dapat dipungkiri bahwa anak-anak memang memiliki taraf kecerdasan (I.Q) yang berbeda-beda. Kecerdasan itu dapat diklasifikasikan  sebagai berikut:
Ideot                 :           I.Q kurang dari 30
Embisil              :           I.Q 30 – 49
Debil                 :           I.Q 50 – 69
Border line        :           I.Q 70 – 79
Bodoh               :           I.Q 80 – 89
Sedang              :           I.Q 90 – 109
Cerdas              :           I.Q 110 – 119
Cerdas sekali    :           I.Q 120 – 139
Genius              :           I.Q 140 – ke atas
Kelainan inferior dalam kecerdasan meliputi idiot, embisil, debil, border line, dan bodoh. Anak- anak dalam taraf kecerdasan ini akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam satu kelas dengan anak-anak yang rata-rata.
Anak-anak yang superior dalam arti memiliki taraf kecerdasan yang cerdas sekali atau bahkan jenius juga merasa tertekan apabila harus di saturuangkan dengan anak-anak pada umumnya. Ini terjadi karena mereka merasa bahwa sekolah tidak member apa-apa bagi mereka. Alternative terbaik untuk mendidik mereka adalah dengan mengumpulkan mereka pada sat kelas tersendiri atau bahkan satu sekolah khusus yang mendidik mereka.
2.      Eksternal
Sebab-sebab eksternal adalah sebab-sebab yang hadir dari luar si murid. Sebab-sebab eksternal berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah asuh atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan.
a.    Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama sekali dikenal oleh anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluargalah anak mulai mensosialisasikan diri.
Orang tua yang otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara otoriter. Perlakuan ini akan berkesan dalam jiwa anak sebagai persepsi dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh dan berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.
Anak-anak yang dibesarkan dengan segala kemudahan juga akan mempunyai kesan bahwa segalanya itu mudah. Karenanya ia akan sangat terpukul jika ia terpaksa harus menghadapi beberapa kesulitan dalam memahami satu bahan pelajaran. Bahkan dia akan memberontak.
Lingkungan keluarga, diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya.
b.    Pergaulan
Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan masyarakat atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah dididik baik oleh orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk megembangkan diri di tengah-tengah lingkungan yang tidak baik. Hal ini akan menjadikan jiwanya terguncang.
Seorang anak yang dididik untuk jujur akan merasa jengkel jika ternyata teman-temannya suka berbohong. Dia dihadapkan pada dua pilihan, jujur sesuai didikan orang tua tapi tidak diterima oleh kelompok atau ikut berbohong agar diterima oleh kelompok meskipun bertentangan dengan batinnya.
Jika suasananya demikian maka anak berada di persimpangan jalan. Kemana anak akan melangkah sedikit banyak ditentukan oleh intensitas masing-masing lingkungan. Jika lingkungan keluarga lebih menyenangkan maka tentu ia akan lebih memilih berbuat jujur. Tapi sebaliknya, jika lingkungan pergaulan lebih intensip maka ikut juga berbohong akan menjadi pilihannya.
Lingkungan pergaulan, karenanya juga memiliki andil yang sangat berarti bagi perkembangan psikis anak jika lingkungan baik anak cenderung menjadi baik. Jika lengkungan tidak baik anak pun ada kecenderungan ikut tidak baik.
c.    Pengalaman hidup
Pepatah mengatakan adalah pengalaman adalah guru terbaik. Pepatah ini mengajarkan bahwa, pengalaman-pengalaman masa lalu tidak pernah hilang. Semuanya tersimpan rapi dalam ruang ingatan.
Anak-anak yang bodoh sering tidak diperhatikan oleh guru-gurunya. Suatu saat dia membuat keonaran dan ternyata dengan cara itu dia diperhatikan oleh gurunya. Karena dia butuh diperhatikan terus maka sesuai dengan pengalamannya iapun senantiasa membuat keonaran.
Hakikatnya dia juga tidak menyukai keonaran itu tapi apa boleh buat. Karena hanya itulah satu-satunya cara yang apa ia tempuh untuk menari perhatian gurunya maka membuat keonaran baginya menjadi suatu keharusan obsesi.
Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang tidak disiplin, sebagai berikut :
a.         Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru.
b.         Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
c.         Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
d.        Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.

C.    Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Perilaku Tidak Disiplin
1. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
2. Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada umumnya.
3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dalam (John,2010) membedakan antara intervensi minor dan moderat dalam menangani perilaku bermasalah.
1.        Intervensi Minor
Beberapa problema hanya membutuhkan intervensi minor (kecil). Problema-problema ini biasanya adalah perilaku yang biasanya mengganggu aktivutas kelas dan proses belajar mengajar. Misalnya murid mungkin rebut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa izin, bercanda sendiri, atau makan permen di kelas. Strategi minor yang efektif antara lain adalah:
(a)    Gunakan isyarat non verbal.
(b)   Terus lanjutkan aktivitas belajar.
(c)    Dekati murid.
(d)   Arahkan perilaku.
(e)    Berintruksi yang dibutuhkan.
(f)    Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung.
(g)   Beri murid pilihan.

2.        Intervensi Moderat
Beberapa perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja di bahas di atas, misalnya ketika murid menyalahgunakan privilesenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau mengganggu pelajaran dan mengganggu pekerjaan murid lain. Berikut ini beberapa intervensi moderat untuk mengatasi problema jenis ini:
(a)    Jangan beri privilese atau aktivitas yang mereka inginkan.
(b)   Buat perjanjian behavioral.
(c)    Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas.
(d)   Kenakan hukuman atau sanksi.

























BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
Perilaku menyimpang adalah suatu tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab perilaku tidak disiplin atau penyimpangan perilaku itu ada yang berdasarkan kondisi biologis dan kondisi psikologis. Mustaqim (2003:138-142) mengatakan, secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Internal, sebab – sebab internal ialah sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan fisik maupun kelainan psikis. Eksternal, sebab-sebab eksternal adalah sebab-sebab yang hadir dari luar si murid. Sebab-sebab eksternal berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah asuh atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan. Upaya sekolah dalam menanggulangi perilaku tidak disiplin dengan cara seperti membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya, membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat, di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum, baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum.
B.     Saran
Untuk  mencegah perilaku tidak disiplin pada seseorang anak, guru diharapkan dapat melakukan pendeketan baik internal maupun eksternal. Pada pendekatan internal, mengetahui adanya kelainan fisik maupun kelainan psikis. Setelah mengetahuinya, memberikan pengertian, mendidik mereka dengan mengumpulkan mereka pada sat kelas tersendiri atau bahkan satu sekolah khusus yang mendidik mereka. Pada pendekatan eksternal mengetahui keluarga, pergaulan, salah asuh atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan. Dengan melakukan pengarahan kepada wali murid, mengontrol siswa, memberikan pandangan pergaulan yang sehat, dan memberikan bimbingan pada siswa.




DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim dkk.2003.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta
Thalib,Syamsul Bachri.2010.Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.Jakarta:Kencana
W. Santrock, John.2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana


Komentar

Postingan Populer